Tuesday, January 28, 2014

Singapore Itinerary 3D4N for Newbie Backpacker (Day 1)

Kali ini aku mau share cerita perjalanan backpacking ke Singapore beberapa minggu lalu, 10012014 - 13012014.

Ceritanya, untuk perjalanan kali ini, aku berkolaborasi dengan seorang teman, Neko-chan, yang tinggalnya di Denpasar-Bali. Untuk menghemat cost, kita cari penerbangan yang direct ke Changi dan jam arrival-nya ga beda jauh. Aku dapat promo Jetstar, Jakarta-Sing-Jakarta dengan harga Rp. 700ribu sedangkan si Neko-chan dapat promo Tiger untuk Denpasar-Sing-Denpasar, harga tiketnya kalau gak salah Rp.1,5juta-an.

Jumat sore langsung capcus tenggo dari kantor untuk kejar flight jam 8.35. Sempat takut ketinggalan pesawat karena dari siang Jakarta hujan terus dan macet di mana-mana. Untungnya aku bisa sampai di airport setengah jam sebelum batas cek-in habis. Karena kelaperan dan belum makan dari siang, nyempetin jajan dulu sebelum boarding. Lumayan, Cinnamon Roll-nya Starbucks bisa banget ngganjal perut.



Ga lama menunggu, pesawatnya ready dan aku boarding. Ga lupa sebelum matiin hp, mobile network-nya diset off supaya  ga kena roaming di Sing. Tapi kemarin aku lupa non aktifkan paket langganan bbm harian, jadinya pas balik ke Jakarta pulsaku tetap kepotong untuk paket bbm 4 hari padahal ga dipakai sama sekali. Fyuuh...

Satu setengah jam penerbangan akhirnya untuk pertama-kalinya kakiku mendarat di Singapura.

Jadwal kedatangan pesawat Neko-chan masih setengah jam lagi, aku masih sempat sightseeing seputaran Terminal 1 sambil nyari-nyari sky train yang menuju Terminal 2 karena si Neko-chan landingnya di Terminal 2.

Ternyata Changi benar seperti yang diceritakan orang-orang. Fasilitasnya super lengkap. Banyak keran air untuk minum, free internet di banyak lokasi, koneksi WiFi yang super cepat dan ga pake ribet untuk konek ke hp kita. Dan staff bandaranya helpfull banget kalau kita nanya sesuatu. Selain itu di dalamnya ada banyak toko untuk barang-barang branded, mulai dari liquor, barang-barang fashion, toko mainan anak, toko gadget, hampir sama dengan mall yang besaaaaaar banget. Gerai-gerai makanan juga melimpah ruah. Mungkin untuk muterin setiap sudut mulai dari Terminal 1 sampai Terminal 3 kita butuh waktu seharian sendiri.

Ga lama kemudian aku sampai di Sky Train yang menghubungkan Terminal 1 dan Terminal 2. Selain Sky Train, kedua terminal ini juga dihubungkan dengan walkway, tapi aku ga mau buang-buang capek karena belum tau pasi bakal sejauh apa, jadinya aku pilih yang udah pasti ga capek yaitu SKY TRAIN. Oiya, Sky Train ini ada dua posisi. Yang pertama, Sky Train di dalam lokasi imigrasi, yang artinya Sky Train yang bisa kita naiki tanpa melewati pintu imigrasi terlebih dahulu. Yang kedua adalah Sky Train yang letaknya setelah pintu imigrasi. Karena aku dan Neko-chan berencana nginap di Changi untuk malam itu, aku ga mau lewati imigrasi dulu. Karena kalau sudah lapor, kita harus keluar dan ga boleh masuk lagi kecuali kita punya jadwal terbang lagi. Sementara fasilitas-fasilitas yang aku ceritain di awal tadi, itu semua berada di dalam area imigrasi.

Akhirnya Sky Trainnya datang dan aku langsung boarding, oiya sky train ini datangnya 5 menit sekali.

Setibanya di Terminal 2 aku langsung menuju tempat janjian dengan Neko-chan. Untungnya di dekat tempat itu ada colokan untuk nge-charge hp yang udah lowbat banget. Jadi deh, menunggu sambil WiFi-an, bbm-an, fb-an, Whatsapp-an, ga bosan sama sekali.

Hampir pukul 12 malam waktu Singapore, akhirnya aku ketemu juga dengan si Neko-chan. Oiya waktu di Singapore itu sama dengan WITA di Indonesia. Jadi kalau kita berangkat dari Jakarta (WIB), kita harus majuin waktunya 1 jam lebih cepat.

Setelah ketemuan, ga pake lama kita langsung keliling-keliling muterin Terminal 2. Mulai dari lihat-lihat barang bagus di Duty Free (lihat-lihat doank), nyobain internet gratisnya dan foto-foto di setiap sudut yang (menurut kita) keren. Karena menurut kita, jalan-jalan tanpa foto adalah hoax. LoL.








Untungnya kita memang bawa banyak "ransum" dari Indonesia, jadi setelah capek jalan-jalan, bisa isi tenaga tanpa harus beli makanan yang harganya selangit di Changi. Kemarin aku sempat masuk ke 711 yang lokasinya di dalam imigrasi area itu, sakit hati banget ga sih, lihat air minum seukuran Aq*a tanggung itu dilabelin 3.5 SGD yang kalau dirupiahkan nyaris mencapai Rp35 ribu. itu dapat sekardus kali ya kalau beli yang kemasan gelas di Jakarta. Dan di sana, softdrink itu harganya lebih murah dari pada air putih. Giling!!

Di lantai dua kami menemukan area yang banyak dipakai orang untuk istirahat, masih banyak bangku kosong, akhirnya kita langsung atur posisi untuk istirahat sebentar.


Sebenarnya di beberapa lokasi bandara ada disediakan rest area yang memang difasilitasi dengan recliner (sofa empuk yang bisa menyangga sampai kaki, seperti kalau kita ke tempat pijat reflexy), tapi kemarin karena udah malem banget, semuanya penuh dipakai orang-orang yang bermalam di bandara.

Udah nyoba merem tapi tetap aja ga bisa tidur. Entah karena posisi tidurnya ga oke, atau karena terlalu excited jadi ga ngantuk, akhirnya kita memutuskan untuk lanjut muter-muter. Benar aja, di sisi lain bandara kita menemukan Experience Zone.



Di sini sofanya empuk banget dan banyak orang yang tidur di sini. Tapi kemarin hanya ada satu sofa yang kosong, sebagai teman seperjalanan yang bersolidaritas tinggi (halahh..) kami memutuskan cari tempat lain aja. Di sini juga ada layar tv seukuran 100 inch yang bikin kita bisa nonton seperti di bioskop. Kemarin orang-orang pada nonton tayangan bola, seru kali ya serasa nobar gitu, Goall!!

Kalau petugas bandara kita, kemana-mana harus jalan kaki. Buat ngitarin bandara yang seluas itu, petugas di Changi santai aja tanpa ngeluarin keringat sedikit pun. Gimana enggak? Mereka dengan santainya bisa kemana-mana dengan si imut ini.


Trretet,,treteeet.... klaksonnya berbunyi sambil ngedip-ngedipin lampu di bagian belakang itu. Dan akhirnya aku menemukan salah satu dari mereka tanpa pengawasan untuk numpang foto.

Lanjut muter-muter lagi, kami menemukan ini!!!!



Sumpah enak banget waktu kaki kita dipijet, bikin ngantuk euy..

Bener aja, abis reflexy langsung berasa ngantuk. Akhirnya tepar di bangku-bangku terdekat.



 Tidur dengan posisi ini, bener-bener bikin badan pegal. Dari pada besok paginya harus bangun dengan badan bengkok, akhirnya aku lebih milih untuk lirik kanan kiri, melihat situasi. Hehe.. Orang-orang udah sepi banget. Tinggal beberapa petugas bandara termasuk Cleaning Service yang sekali-sekali lewat bawa alat pembersih. Tapi kelihatannya mereka cuek aja sama orang-orang yang tidur di bangku, dan bahkan ada beberapa orang yang tidur di lantai, di pojokan. Sempat pusing juga gimana caranya supaya bisa tidur nyaman dengan badan lurus. Tadaaaa!! Dapat ide...


Senang banget waktu nyoba masukin badan ke situ, dan ternyata muat. Haha.. Ternyata aku tidak segemuk yang aku kira. Lumayan bisa terkapar sejam-an, sebelum akhirnya siap-siap untuk memulai petualangan baru di Sing.

Ini dulu cerita untuk Day 1. Aku akan update cerita per-harinya di lain waktu. Sekarang sudah malam, mau pulang dulu (iya, aku masih di kantor).

Oiya, sampai akhir cerita di bagian ini, aku belum mengeluarkan uang sepeser pun selain biaya keberangkatan di Jakarta. Semua makanan yang kami makan adalah bekal yang kami bawa di ransel kami, dan air putih, kami dapatkan secara gratis di bandara. Modalnya hanya tumbler kosong. Hehe.

See you in the next part.

Love,

Me :)

Monday, January 27, 2014

My Mother's Hands

Hmm... first of all, aku mau tekankan ini hanya opiniku secara pribadi. Tentu saja semua orang tua punya pendapat masing-masing tentang bagaimana mereka harus mendidik anaknya. Nilai-nilai apa saja yang mereka harus utamakan dan metode apa yang menurut mereka paling baik untuk membentuk kepribadian terbaik yang mereka harapkan dari seorang anak. Dan tidak seorangpun yang aku harapkan akan memaksakan dirinya untuk setuju dengan pendapat orang lain.

Aku menghabiskan 14 tahun pertamaku di desa kecil di pelosok Sumatera Utara. Mayoritas (atau mungkin semua) penduduknya bekerja sebagai petani yang kulit tangan dan kakinya kasar karena terlalu sering terendam air sawah dan meniti jalan setapak tanpa alas kaki.

Kehidupan yang keras. Hasil panen yang didapatkan tidak selalu sebaik yang diharapkan. Terkadang anak-anak bisa mendapatkan baju baru setelah membantu orang tua memanen jagung atau setelah mengangkut karung-karung kecil berisi bulir-bulir padi di atas pundak kecil mereka. Tapi ketika tikus-tikus terlalu serakah untuk menyisakan batang-batang padi bagi kami, anak-anak kecil hanya akan disesah dengan rotan oleh orang tuanya apabila mereka merengek minta dibelikan mainan di pasar. Memberi makan semua perut yang ada di rumah jauh lebih penting dari pada sekedar membeli pistol mainan, hal yang terkadang bagi anak-anak adalah kepelitan luar biasa dari seorang ibu.

Para orang tua di desa kami tidak membaca satu pun buku-buku terjemahan luar negeri yang di judulnya ada embel-embel "Parenting". Mereka tidak menghadiri talk show tentang "Bagaimana Mengoptimalkan Tumbuh Kembang si Kecil". Yang mereka lakukan hanyalah, mendaftarkan anaknya di sekolah, menyuruhnya ke Sekolah Minggu, mengajarkannya cara bersopan-santun sesuai tradisi dan memberi mereka makanan yang cukup, tiga kali sehari. Sering kali empat sehat lima sempurna hanya sekedar ayat hapalan mereka pada saat ujian di sekolah karena prakteknya tidaklah demikian. Para ibu sudah sangat berusaha untuk bangun jam 4 pagi, memasak makanan, mencuci pakaian dan harus bergegas ke sawah berlomba dengan kawanan burung yang siap menyerang bulir-bulir padi bahkan sebelum matahari terbit sempurna. Bagaimana mungkin masih mengharapkan mereka untuk memikirkan menu makanan bergizi yang bervariasi setiap harinya?

Para anak-anak harus bangun pagi sendiri, mandi, berpakaian dan mengikat tali sepatu mereka sendiri. Mereka harus menyendok nasi ke piring sendiri, bahkan ketika badan mereka masih terlalu pendek untuk meraih rice cooker di atas meja. Tapi kemudian itu tidak menjadikan mereka kelaparan, mereka punya akal yang segudang. Ketika mereka tidak menemukan kursi untuk dipanjat, mereka lari ke kamar mandi mengambil ember penampung air, menelungkupkannya di lantai dan meraih si rice cooker. Ketika kemudian ember itu pecah dan mereka terjatuh, mereka hanya akan tetap berangkat ke sekolah sambil memikirkan sebaiknya harus menyerahkan kaki yang mana ketika ibu mereka pulang.

Anak-anak sering mendapatkan sesahan rotan di kaki mereka. Atau mungkin dengan tiga batang lidi yang diulir jadi satu. Itu yang mereka dapatkan ketika pulang dari sekolah dengan kemeja belepotan lumpur di hari Senin, kemeja itu seharusnya masih tetap bersih sampai hari Selasa, bahkan ada anak yang harus memakai kemeja yang sama sampai hari Rabu. Mereka juga akan mendapatkan rotan ketika ketauan bolos sekolah, atau kedapatan bermain "judi" koin yang sering disebut "tuo", atau ketika kedapatan mencuri rambutan milik tetangga.

Apa yang aku hendak katakan adalah.. para orang tua itu memukul anaknya, mereka meneriaki bahkan memaki ketika anaknya melakukan kesalahan, ketika anak-anak mengecewakan orang tuanya yang sudah membanting tulang ke gunung, sawah dan ladang.

Kemudian aku pindah ke kota, dimana kebanyakan anak diasuh sesuai dengan buku-buku "Parenting", majalah "Bapak&Ibu", semua orang familiar dengan adanya Komnas Perlindungan Anak. Semua orang bisa mengadukan orang tua manapun yang kedapatan melakukan kekerasan kepada anaknya.

Ada seorang anak yang dipukul Ibunya, aku melihatnya di berita tv, anak tersebut disembunyikan oleh seorang aktivis. Katanya akan "dilindungi". Dari siapa? Dari IBU KANDUNGNYA sendiri. Seorang "orang asing" memberikan pernyataan kepada media bahwa mereka akan melindungi anak tersebut. Aku sulit memahami bahwa ada tempat yang lebih aman dari pada pelukan seorang ibu.

Aku melihat ibu itu dicemooh di internet, semua pernyataan orang-orang di media menyudutkannya. Namun tidak seorang pun yang bertanya atau menjelaskan atau mencari tau kenapa dia memukul anaknya. Yang semua orang tuduhkan kepadanya adalah dia sudah melanggar undang-undang perlindungan anak.

Kemudian aku melihat si ibu yang katanya memukul anaknya itu, dikerubungi wartawan, aku melihatnya menangis sampai dia tidak mampu memberikan jawaban apa-apa, aku yakin benar hatinya sangat terluka. Bukankah seorang anak adalah darah dan daging orang tuanya? Orang tua yang memukul anaknya adalah seperti memukul dirinya sendiri. Sakit yang dirasakan sang anak, orang tua merasakannya juga.

Mungkin memang ada orang tua yang "sakit jiwanya" sehingga mereka bisa saja memukuli, menyakiti hati anak-anaknya tanpa alasan, tanpa maksud lain, hanya karena mereka merasa lebih baik ketika melihat anak-anaknya terluka. Tapi kan bukan berarti semua orang tua yang memukul anaknya begitu?

Aku tidak akan bertanya mengenai "bagaimana seharusnya orang tua mendidik anak-anaknya?" dan aku tidak memerlukan siapapun untuk menjelaskannya padaku.

Aku tahu ada banyak metoda yang orang percayai.. jangan berkata seperti ini di depan anak-anak, jangan pernah pukul anak, lakukan ini ketika mereka melakukan kesalahan, bla bla bla.. dan masih banyak lagi yang kita bisa temukan di buku-buku "parenting".

Aku tidak dalam posisi merekomendasikan sesuatu ataupun tidak merekomendasikan sesuatu kepada orang tua manapun tentang cara mendidik anak mereka, apa lagi saat ini aku masih belum menjadi orang tua. Aku masih percaya bahwa pagar yang terbaik untuk menjagai tumbuh kembang seorang anak adalah kasih sayang dari orang tuanya, entah bagaimanapun bentuk aplikasinya.Karena itu aku juga tidak suka melihat orang-orang menghakimi para orang tua berdasarkan cara mereka membesarkan anak-anaknya. Simpan pendapatmu di dalam hatimu, lakukan yang menurutmu benar dan sesuai dengan hati nuranimu.

Aku hanya ingin menceritakan bagaimana Ibuku membesarkanku. Tanpa majalah dan buku-buku "Parenting", tanpa talkshow apapun. Semua yang dilakukan hanya berlandaskan dua hal... kasih sayangnya dan Alkitab yang diyakininya.

Sewaktu kecil aku, aku bukan "anak manis". Maksudku, aku bukan anak kecil yang bisa duduk dengan tenang, berjalan dengan tenang, makan dengan tenang sehingga bajuku selalu rapi dan bersih. Aku seperti bola bekel yang membal kesana-kesini. Aku mengotori seragam sekolahku dengan bermain perosotan di lumpur, membasahi sepatuku dan menentengnya pulang, mandi di sungai yang pada musim hujan arusnya bisa tiba-tiba menjadi deras. Ketika ibuku harus pergi ke ladang dan aku diminta untuk menjaga adik-adikku, aku sering meninggalkan mereka sendirian di rumah supaya aku bisa bermain dengan teman-temanku. Aku pernah "mencuri" celenganku sendiri, mencungkil lubangnya dengan ujung sendok, mengeluarkan isinya sampai ke uang logam terakhir. Dan masih banyak lagi kejahatan kecil yang aku lakukan.

Dan diantara anak-anak yang sering mendapatkan rotan seperti pada ceritaku di awal tadi, aku adalah salah satunya. Ibuku meneriakiku ketika aku pulang sekolah dengan baju belepotan lumpur, katanya baju itu masih akan kupakai untuk besok. Ketika aku pulang sekolah tanpa memakai sepatu, ibuku memukulku karena katanya bisa saja ada beling yang akan melukai kakiku. Ketika aku mandi-mandi di sungai pada musim hujan dan pulang saat hari sudah gelap, ibuku memukulku karena dia sangat khawatir, dia sudah mencariku ke-seantero desa, bertanya ke orang-orang tapi tak seorangpun yang tau aku dimana. Ketika aku membolos Sekolah Minggu karena mau nonton Power Rangers di rumah temanku, ibuku memukulku dan memarahiku habis-habisan, karena katanya dia takut aku menjadi pembohong dan menjadi "jahat" karena tidak ke gereja. Begitu juga ketika aku mengambil isi celenganku. Celengan itu diisi dengan sisa-sisa receh kalau Ibuku pulang belanja. Dia terkejut ketika membersihkan kamarku, celengannya jadi ringan tanpa isi. Kemudian ibuku memukulku dan meneriakiku, menyalahkan dirinya sendiri karena aku jadi "pencuri kecil". Dia berkata, lebih baik dia memukulku yang artinya dia memukul dirinya sendiri supaya aku berubah, dari pada dia melihatku tumbuh menjadi pencuri.

Ya,, ibuku memukulku...

Tapi setiap setelah dia memukulku, mendengarku menangis berurai air mata, dia akan meminta maaf karena sudah memukulku. Dia berkata betapa dia mengasihiku, betapa dia tidak mau aku menjadi pembohong dan pencuri. Itu yang dia katakan sambil memandikan aku yang masih terisak-isak. Kemudian dia memakaikan aku baju yang bersih, mengolesi merah-merah di kakiku dengan minyak gosok dan memelukku erat sambil menciumiku. Yang paling aku suka adalah bagian akhirnya.. ibuku memberiku uang jajan untuk membeli donat yang lewat setiap jam 5 sore. :)

Dengan tangannya Ibuku memukulku ketika aku menyimpang dari nilai-nilai yang dia ajarkan, dengan mulutnya ibuku mengomeliku, meneriakiku ketika aku membuatnya kecewa saat dia berpeluh pulang dari bekerja di sore hari. Tapi di malam hari.. tangan itu, mengusap kepalaku ketika aku tidur, tangan itu terlipat, terkait satu sama lain, dan dengan mulut itu ibuku bertelut mendoakanku. Mendoakan semua yang terbaik buatku.

Bagaimana mungkin aku bisa menyalahkan tangan ibuku? Karena tangannyalah, aku bisa ada sebagaimana aku ada sekarang.

Terlepas dari apapun yang dilakukan orang tua dalam membesarkan anaknya, orang tua tetaplah manusia biasa. Yang bisa dan pasti melakukan kesalahan. Bagaimanapun besarnya kasih sayang orang tua, meskipun dia tidak pernah "menghukum" anaknya secara fisik, seumur hidupnya pasti pernah melukai hati anak-anaknya. Entah dari perkataan maupun perbuatan, disengaja ataupun tidak.

Yang terpenting dari itu semua adalah bagaimana mengajarkan anak-anak untuk memaafkan. Memaafkan kesalahan orang tuanya, teman-temannya, maupun kesalahan kepada  diri sendiri. Karena memaafkan itu menyembuhkan. Pada saat seorang anak dipukul/dicubit, badannya memang merasakan sakit, tapi jangan abaikan juga rasa sakit yang ada di hatinya. Ketika hatinya disembuhkan dengan permintaan maaf, seorang anak bahkan tidak pernah peduli dengan merah-merah di kakinya. Trust me, itu ga kerasa kalo pas lagi lari-larian main layangan.

Anak-anak yang sering disebut sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga adalah mereka yang pernah "disakiti" tetapi tidak pernah memaafkan. Mengapa mereka tidak memaafkan? Karena mereka tidak pernah diajari cara memaafkan. Mungkin karena yang menyakiti juga tidak pernah meminta maaf. Tidak berusaha menyembuhkan luka di hati anak-anaknya.

Waah, panjang sekali tulisan ini..

Oke, aku akan mencari kata-kata penutup yang pas...

Ini dia, dari Amsal....

Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya” (Amsal 19:18).



Love,


Me :)


Ps: Terima kasih, Ibu, terima kasih untuk tanganmu yang memukulku ketika aku salah arah. Terimakasih untuk mulutmu yang memperingatkanku ketika aku menyimpang, dan terima kasih untuk tangan dan mulut itu yang tak berhenti mendoakanku,, bahkan ketika aku lupa untuk mendoakan diriku sendiri.







Friday, January 3, 2014

True Love Takes Time


Anyone can say they would like to give anything for the person they love, they would cross the ocean, over the storm for person they love. Yes, that's what young people would absolutely said when they are madly in love.

Let's say there are a young couple who have a crush in each other (oh, that's what made them a couple -.-), they have a pure love, they are really care one and another and they have a sweet relationship without a flaw.

Out of the blue, there are an incident that make their lives fast forward to 40 years. They wake up and find they had changed, they grown so old. They are not the same again in a blink of  an eye. They look at each other, holding the wrinkled hands, look at their spouse with the missing teeth. And guess what they would do? Yes, they will walk away from each other and never come back.

Why does it happen to a passionately loving couple? Where was the pure love has gone?
Now i telling you, that might be a love too, what they experienced before. But that is not a mature love. A true love is a mature love which enable people to accept each other even in the worse situation, enable people to keep loving even in the condition they may not accept as much as they had given. And this true love takes time... This is something that people will learn through the good times and the bad times in the ups and downs of their relationship. Come what may in their journey, but as long as they hold each other, the bonding between them will just getting stronger and stronger.

(..and he grabbed my hand)

I want us to be like that.. That's why we need to grow old together..


*This is what he said in the middle of our conversation when we back from taking his sister home. In a rainy night, two hours driving. He was remaining driving with only his right hand, whilst his left hand holding mine until we reached home :)

Love,

Me :)
Yuk bagikan blog ini :